Kamis, 25 November 2010

Theories of Discourse, Littlejohn and Foss, edisi 7



Theories of Discourse
Berbeda dengan tanda dan bahasa yang lebih menekankan pada aspek pesan, bahasan ini mencoba untuk melihat secara lebih dekat bagaimana sebuah pesan di organisasi, digunakan dan dipahami. Tiga masalah discourse analysis:
1. Masalah makna
2. Masalah tindakan
3. Masalah koherensi

Untuk menciptakan komunikasi yang berkelanjutan maka, dua atau lebih individu-individu harus berbagi aturan bagi penggunaan simbol. Tidak hanya mereka harus mempunyai aturan-aturan bagi simbol-simbol tersebut, tetapi mereka harus juga menyetujui hal-hal seperti bagaimana menentukan giliran berbicara, kesopanan, mengejek, memberi selamat, dan sebagainya.
Dalam konteks komunikasi, kegunaan praktis bahasa ia sebut sebagai speech act oleh Austin. Makna suatu bahasa tergantung pada kegunaan aktual dalam kehidupan sehari-hari sebagai language game yang terdiri dari aturan-aturan. Ini adalah unit dasar bahasa yang digunakan untuk mengekspresikan makna yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Speech tidak dipakai untuk memberikan indikasi pada objek, tetapi digunakan secara aktual melakukan sesuatu- speech act dimana  mengetahui makna kata belum mencukupi, tetapi mengetahui tujuan dari penggunaan kata-kata itu yang lebih vital.

Speech Act  ada 4 hal bagaimana seseorang menampilkan acts utterance act; propositional acts; illocutionary acts; dan perlocutionary acts.
1.       Utterance acts, pengucapan sederhana dari kata-kata
2.       Propositional acts, seseorang mengatakan sesuatu yang orang itu menyakini sebagai kebenaran. Ini merupakan aspek isi dari pernyataan yang mendesain seperangkat kualitas atau asosiasi terhadap objek.
3.       Illucotionary acts, ditujukan untuk mendesain pemenuhan tujuan, seperti janji, permintaan, pertanyaan, harapan, perintah, dll.
4.       Percolution act, pembicara (yang membuat utterance act) mengharapkan orang yang diajak bicara tidak hanya mengerti terhadap apa yang dinyatakan tetapi juga orang itu melakukan tindakan karena memahami apa yang dinyatakan tadi

Conversational Analysis
       Mencakup seperangkat metode yang mencermati cara-cara bagaimana orang-orang bekerja bersama untuk menciptakan organisasi sosial. Memberikan perhatian pada apa yang sesungguhnya terjadi pada bahasa, di dalam teks, di dalam discourse, maju dan mundurnya, kapan melakukan giliran berbicara dan bagaimana mengelola sekuen-sekuen pembicaraannya. Bagaimana komunikator menciptakan stabilitas dan keharmonisan (teratur) dalam pembicaraannya. Memberikan perhatian pada berbagai isu.
1. Perhatian pada apa-apa yang dibutuhkan speaker untuk mengetahui tentang conversation- rule conversation
2. Perhatian pada rule violations dan cara-cara orang-orang menghindari atau mencegah dan memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam pembicaraan

Conversational Maxim
1.       Quantity Maxims:  menyangkut prinsip kecukupan. Kita dinilai melanggar prinsip kecukupan, jika mengatakan tidak cukup atau terlalu banyak.
2.       Quality Maxims: Truthful.  melanggar prinsip ini jika yang dikatakan bohong atau tidak mencerminkan kejujuran sebuah tujuan
3.       Relevancy Maxims:  melanggar prinsip ini bila apa yang kita katakan tidak relevan dengan apa yang dibicarakan
4.       Manner Maxims:  membuat ambigu atau ketidakjelasan

Conversational Coherence
Bagaimana kita mengetahui apa yang layak dan tidak layak sehingga conversation itu tetap berjalan dan terorganisasikan dengan baik. Bagaimana conversation ini bekerja (conversation works) dianalogikan seperti sebuah game yang dikontrol oleh seperangkat peraturan. Game ini dapat coherence karena menggunakan rule yang tepat yang ditujukan untuk mendapat tujuan rasional. Aturan ini mencakup rule of the game dan hal-hal rasional apa yang terbentuk yang bermain dalam parameter rules tersebut.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar